Minggu, 28 November 2010

KEBIJAKAN KETENAGAKERJAAN YANG MEMISKINKAN

Ditulis Oleh: Indrasari Tjandraningsih

Indrasari Tjandraningsih - Peneliti Perburuhan AKATIGA

Persoalan kemiskinan di Negara ini semakin merisaukan. Masalah kemiskinan yang terus meluas di kalangan yang memang sudah miskin: buruh, petani, nelayan, pelaku sector informal, semakin kasat mata. Upah dan pendapatan kelompok marjinal ini semakin rendah dan semakin tak mampu mengejar lonjakan kenaikan harga-harga barang kebutuhan pokok.

Salah satu kelompok yang sedang menghadapi pemiskinan adalah buruh di sector industri manufaktur. Apabila ditelusuri lebih ke hulu, kemiskinan buruh di sector industri sesungguhnya merupakan hasil dari kebijakan pemerintah untuk menciptakan iklim investasi yang kondusif sebagai upaya untuk mengundang sebanyak mungkin investor (asing). Ada dua strategi dasar yang dilakukan pemerintah untuk mendukung kebijakan tersebut yakni pertama menjalankan kembali politik upah murah dan kedua menerapkan prinsip-prinsip liberal, fleksibel dan terdesentralisasi dalam urusan ketenagakerjaan. Kedua strategi tersebut secara sistematis telah memiskinkan buruh.

Politik upah murah secara resmi dan menyolok digunakan oleh BKPM untuk mengundang investasi. Dalam promosinya yang bertajuk Invest in Remarkable Indonesia, upah buruh yang murah dijadikan daya tarik. Mengutip Economic Intelligence Unit, brosur BKPM mencantumkan upah buruh Indonesia yang hanya USD 0.6 per jam dibandingkan dengan India (1.03), Filipina (1.04), Thailand (1.63), Cina (2.11) dan Malaysia (2.88). Menyertai angka-angka tersebut brosur promosi itu mencantumkan ‘labor cost is relatively low, even as compared to investment magnets China and India’.

Upaya BKPM menarik investasi asing dengan menonjolkan murahnya upah buruh di Indonesia mengingatkan kembali pada kebijakan pemerintah di masa Orde Baru dengan politik upah murahnya dan sekaligus menunjukkan kemunduran arah kebijakan. Upaya ini juga memperlihatkan kesenjangan pemahaman pemerintah terhadap perubahan tuntutan perusahaan dalam kompetisi global. Dalam kompetisi global, investor menuntut ketepatan waktu dan mutu kerja yang tinggi serta pelayanan birokrasi yang efisien. Para pengusaha tekstil dan garmen Indonesia yang telah melihat perkembangan industri di Vietnam dan Cina menyatakan bahwa keterampilan dan mutu hasil kerja buruh Indonesia jauh lebih tinggi dibandingkan buruh di kedua negara tersebut dan menyatakan bahwa sesungguhnya apabila biaya birokrasi dan berbagai pungutan dapat dihapuskan, upah minimum yang ditingkatkan dua kali lipat sekalipun dapat diberikan.

Politik upah murah telah terbukti menciptakan sulitnya kehidupan buruh karena nilai rata-rata upah mínimum sebesar Rp.892,160 hanya mampu membiayai 62,4 persen rata-rata pengeluaran riil buruh (AKATIGA-SPN-GarTeks-FES-TWARO 2009).

Prinsip-prinsip liberal, fleksibel dan terdesentralisasi dalam kebijakan ketenagakerjaan menunjukkan kepatuhan pemerintah terhadap tekanan kapitalisme global agar Indonesia menerapkan syarat-syarat perbaikan iklim investasi dengan cara : meliberalisasi peraturan perburuhan, melonggarkan pasar kerja dan mendesentralisasi urusan ketenagakerjaan. Ketiga prinsip tersebut dalam implementasinya secara pasti telah menurunkan kesejahteraan buruh dan menghilangnya kepastian kerja melalui sistem hubungan kerja kontrak, outsourcing dan magang. Sistem kerja ini juga membatasi masa kerja menjadi sangat pendek melalui kontrak selama enam bulan hingga paling lama dua tahun dan mempersempit peluang kerja di sektor formal bagi angkatan kerja usia produktif karena munculnya kecenderungan baru pada preferensi perusahaan untuk hanya mempekerjakan buruh yang berusia 18-24 tahun untuk alasan produktivitas. Sebuah studi di sektor metal menemukan bahwa sistem hubungan kerja yang fleksibel telah menurunkan upah buruh kontrak dan outsourcing hingga 26 persen terhadap upah buruh tetap.

Sistem yang sama telah mampu menurunkan biaya tenaga kerja hingga 20 persen karena dengan mempekerjakan buruh dengan sistem kontrak perusahaan hanya perlu membayar upah pokok dan tidak perlu memberikan kompensasi ketika hubungan kerja berakhir. Inilah sebabnya dalam lima tahun terakhir fenomena hubungan kerja kontrak dan outsourcing menjadi sangat massif dan diterapkan di hampir semua sektor industri. Berbagai laporan dan hasil studi menunjukkan di berbagai perusahaan di sektor garmen dan logam serta elektronik saja misalnya pengurangan penggunaan buruh tetap dan menggantikannya dengan buruh kontrak terus terjadi.

Implikasi kebijakan ini jelas memiskinkan buruh karena dengan sistem kerja kontrak, upah buruh tidak akan pernah mengalami kenaikan dan berbagai tunjangan yang biasa diterima oleh buruh tetap dengan sendirinya tidak diberikan.

Meskipun sistem kerja yang fleksibel berdampak negatif terhadap buruh tetapi rupanya masih dianggap belum cukup memberikan keleluasaan bagi modal sehingga peraturan ketenagakerjaan yang ada masih akan dikaji ulang dan dibuat kondisi yang lebih longar lagi dalam mempekerjakan buruh. Sekali lagi, sistem kerja yang lebih fleksibel diupayakan agar semakin banyak investasi asing yang datang.

Kecenderungan pada pemerintah yang lebih mempersoalkan masih kurang fleksibelnya pasar kerja dan menekankan aspek tenaga kerja sebagai penyebab tak kunjung kondusifnya iklim investasi, menunjukkan ketidakmampuan untuk mencari jalan keluar terhadap pokok penyebab biaya tinggi dalam berinvestasi di Indonesia yang bersumber dari buruknya infrastruktur dan birokrasi serta tingginya pungutan. Situasinya persis seperti kalimat para pengusaha di Bandung yang mengatakan bahwa ’lebih mudah menghadapi protes buruh daripada menghadapi birokrasi dan aparat pemerintah karena tuntutan aparat pemerintah di jaman otonomi daerah jika tidak dipenuhi justru akan menimbulkan lebih banyak masalah terhadap kelancaran usaha’.

Implikasi dan arah kebijakan

Politik upah murah dan ketiga prinsip yang menjadi warna utama kebijakan ketenagakerjaan di atas, apabila terus dipertahankan maka dalam waktu yang tidak terlalu panjang justru akan menjadi bumerang bagi upaya pemerintah untuk memperbaiki iklim investasi dan menghapus kemiskinan. Upah murah dan ketidakpastian pekerjaan akan membawa implikasi terhadap penurunan kinerja dan produktivitas buruh. Kondisi kerja yang buruk dan penurunan kesejahteraan hanya akan menghasilkan aksi –aksi protes buruh yang jelas akan membuat situasi investasi tidak nyaman dan hasil akhirnya justru akan membuat para investor berpikir ulang untuk menanamkan modalnya di Indonesia.

Belajar dari berbagai negara yang berhasil meraih investasi dengan mengedepankan mutu angkatan kerja dan kesejahteraan buruh melalui penyediaan jaminan sosial, maka strategi mengundang investasi dengan menjual buruh murah seperti yang dilakukan pemerintah Indonesia saat iini justru terasa sangat primitif dan memprihatinkan dan oleh karenanya harus ditinggalkan. Fleksibilitas pasar kerja memang merupakan gejala global akan tetapi di berbagai negara kebijakan tersebut selalu disertai dengan penyediaan jaminan sosial sebagai ’fall-back cushion’ atau jaring pengaman bagi buruh.

Di tengah iklim persaingan global, pendulum kebijakan ketenagakerjaan yang semakin menjauh dari posisi melindungi buruh sudah saatnya didekatkan kembali dan pemerintah adalah pihak yang seharusnya paling mampu untuk melakukannya. Menjadi negara yang ramah terhadap bisnis harus dipandang sebagai cara untuk mendatangkan sebesar-besarnya kesejahteraan rakyat sebagaimana diamanatkan oleh konstitusi dan bukan untuk memiskinkan rakyat. Menjadi negara yang ramah terhadap investor dan meningkatkan kehidupan sosial ekonomi warganya merupakan sebuah peta jalan pembangunan yang sudah ditempuh juga oleh Malaysia, Thailand, Taiwan, Korea Selatan dan Cina. Peta jalan tersebut dapat dilengkapi dengan kejelasan visi pembangunan bangsa dan arah untuk menempatkan negara di posisi terhormat di dalam konstelasi global. Persaingan global yang semakin ketat dan sengit hanya dapat dimenangkan oleh negara dengan pemerintahan yang kuat dan konsisten menegakkan peraturan yang bersemangat keadilan.

sumber : http://www.akatiga.org/index.php/artikeldanopini

Senin, 01 November 2010

Formasi Memberikan Bantuan Kepada Korban Tanah Longsor Di Desa Donorojo



Hujan deras yang melanda kabupaten kebumen beberapa hari ini mengakibatkan bencana tanah longsor, yaitu di Desa Donorojo Kecamatan Sempor. Hujan deras disertai angin mulai hari minggu itu juga menutup akses jalan Kebumen – Banjarnegara, termasuk akses masyarakat Donorojo dan beberapa desa disekitarnya ( Desa kedungwringin, sampang ) ketika mau ke kecamatan sempor ataupun wilayah lain dikabupaten kebumen terpaksa harus memutar melawati kabupaten Banyumas. akses jalan baru bisa dibuka pada hari rabu sore setelah bantuan alat berat datang, di desa Donorojo sendiri tercatat 10 rumah rusak terkena tanah longsor, dan banyak akses jalan desa yang tidak bisa dilewati sampai sekarang, hal ini dikarenakan hampir semua wilayah desa Donorojo merupakan daerah pegunungan dengan struktur tanah yang labil sehingga ketika hujan deras datang sering kali terjadi longsor, beberap dusun seperti kalimandi, kaliputih dan kalikumbang masih terisolir karena akses jalan yang tertutup tanah longsor, selain akses jalan tanah longsor juga mengenai rumah masyarakat sampai kamis kemarin tercatat ada 10 rumah yang terkena tanah longsor.
Kepala Desa Donorojo Suparta menceritakan pada hari senin ada laporan 5 warga kami yang terkena musibah dan sampai hari kamis kemarin bertambah 10 keluarga, kami khawatir korban masih ada dan belum melapor ke Desa, kami sudah mengunjungi beberapa korban dan menggerakkan masyarakat untuk bergotong royong membantu korban dan membuka akses jalan. Sementara ini kami baru bisa membuka akses menuju balai desa, karena balai desa memang dijadikan posko bencana dan tempat pelayanan untuk masyarakat, sampai saat ini belum ada bantuan dari pemerintah daerah dan kami sangat bersyukur dari Formasi mau peduli dan membantu masyarakat desa Donorojo yang sedang terkena musibah.
Formasi mendengar adanya musibah tanah longsor di Desa Donorojo pada hari senin kamarin, tetapi baru pada hari kamis baru bisa sampai ke Desa Donorojo hal ini dikarenakan akses jalan menuju desa Donorojo memang masih terisolir, sebagai bentuk kepedulian Formasi memberikan bantuan berupa Sembako kepada masyarakat desa Donorojo siang kemarin dan diterima langsung oleh Pak Suparta dan beberapa tokoh masyarakat di Desa Donorojo .