Selasa, 28 September 2010

Membagikan Devisit kepada seluruh desa diKab. Kebumen

APBD Merupakan hak rakyat, dan rakyatpun berhak tau, selain itu dalam rakyat juga harus dilibatkan dalam proses penyusunannya, karena berbagai hal itu diabaikan maka terjadilah gejolak yang cukup berarti di Kab. Kebumen, baru-baru ini ada info defisit dalam APBD P Thn. 2010 yang diakibatkan oleh Pilkada yang terjadi 2 putaran, sehingga alokasi dana desa ( ADD ) pun harus dipangkas, hal ini sangat membuat rakyat terkejut hal ini dikarenakan ADD merupakan anggaran yang dirasakan langsung oleh rakyat yang ada didesa, perencanaan desa yang telah disusun jauh-jauh hari ternyata tidak berarti setelah ada pemangkasan ADD, akibat pemangkasan ini maka seluruh desa di Kab. Kebumen juga ikut defisit dalam kata singkatnya Kabupaten tidak mau defisit sehingga defisit dibagi-bagikan ke seluruh desa.
melihat hal ini maka Formasi-Kebumen melakukan analisys anggaran, untuk melihat sejauh mana dokumen APBD Kab. Kebumen Tahun 2009-2010.

Jumat, 24 September 2010

Lebaran sesak dengan pemudik, Desentralisasi sesak dengan Perda

Mudik merupakan rutinitas yang dijalani oleh sebagian masyarakat di Indonesia,mudik merupakan waktu yang paling dit unggu, karena hanya saat itu lah waktu bertemu dengan keluarga keluarga, mengunjungi tanah kelahiran, dan merayakan Hari besar Idul Fitri bagi umat Islam.
Kalau kita coba kita renungkan budaya mudik ini tidak bisa lepas dari tingginya tingkat urbanisasi di Indonesia, tingginya tingkat kemiskinan dan sedikitnya lapangan kerja memaksa sebagian masyarakat kita untuk hijrah ke kota dengan harapan bisa mendapatkan pendapatan untuk mencukupi kehidupannya, ini tentunya PR besar buat bangsa ini untuk bisa membuka lapangan kerja lebih luas di daerah, atau adanya sebuah peningkatan kemampuan masyarakat untuk membuka / menciptakan lapangan pekerjaanya sendiri sehingga kemandirian ekonomi masyarakat bisa tercipta atau dengan kata lain masyarakat bisa menciptakan lapangan sendiri tanpa menggantungkan dari lapangan kerja yang ada.
Hal ini memang bukan permasalahan yang mudah, rendahnya sumber daya manusia, tingginya tingkat persaingan usaha, permodalan merupakan sedikit permasalahan dari sekian banyaknya permasalahan yang ada, belum lagi ada banyaknya regulasi – regulasi justru membebani masyarakat, seperti Perda retribusi, perijinan yang terkadang kurang berpihak kepada masyarakat khususnya masyarakat menengah kebawah.
Sebuah filosofi hukum di Indonesia “ Semua hal tidak boleh dilakukan kecuali yang diperbolehkan “ , ini mungkin yang melandasi birokrasi kita dalam menyusun berbagai kebijakan, hal ini tentu berbeda ketika kita bandingkan dengan Negara Prancis dan negara maju lainnya di sana ada sebuah filosofi “ Semua hal boleh dilakukan kecuali yang dilarang “. Mungkin hal ini yang memudahkan masyarakat disana untuk berakselerasi dan berinovasi untuk meningkatkan dan mengembangkan ekonominya.
Era desentralisasi / otonomi daerah melahirkan banyak sekali peraturan daerah tercatat ada sekitar 13 ribu Peraturan daerah lahir ( catatan Depkeu tahun. 2008 ), hal ini mungkin dipengaruhi oleh filosofi diatas sehingga hampir semua hal diatur oleh Negara, pertanyaannya apakah 13 ribu peraturan daerah tersebut disusun secara partisipatif dan berimbas positif bagi masyarakat atau justru membebani masyarakat ?
Karena kalau kita melihat ke belakang masih banyak sekali pemerintah daerah dalam menyusun berbagai peraturan daerah belum melibatkan masyarakat, dan masih ada masyarakat yang merasa dirugikan karena keberadaan peraturan daerah. Hal ini yang menyebabkan dari 13 ribu perda tersebut ada 30 % digagalkan setelah dievaluasi oleh pemerintah pusat ( catatan Depkeu ).
Latar belakang ini yang akan coba dibahas pada catatan kali ini, catatan ini merupakan hasil diskusi selama 2 hari yang diselenggarakan oleh AK3 Bandung pada tanggal 2-3 September 2010 yang bertepatan dengan musim mudik lebaran ( H – 7 Lebaran ), sehingga dalam perjalanan pulang saya melebur dan ikut serta dalam hiruk pikuk suasana mudik, dalam diskusi ini di perkenalkan sebuah metode untuk mengkaji peraturan daerah, yaitu metode RIA ( Regulatori Impact Assesment ), dalam diskusi kali ini memang baru tahap perkenalan RIA sehingga baru diikuti oleh intern AK3 serta 2 perwakilan dari daerah ( Kebumen dan Solo ) , rencananya diskusi ini akan ditindaklajuti dengan diskusi-diskusi lanjutan dan pelatihan tentang implementasi dalam penggunaan RIA. ( Lebih lanjut bisa didownload di link )