
Senin, 06 April 2015
Senin, 16 Juni 2014
Jumat, 21 Maret 2014
Mewujudkan Kedaulatan Desa Melalui Media Komunikasi dan Informasi
Informasi dan berkomunikasi merupakan hak semua warga Negara,
untuk bisa mengembangkan pribadinya maupun lingkungannya, hal ini sesuai dengan
dengan Pasal 28F UUD 1945 yang menyatakan “Setiap orang berhak untuk
berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan
lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki,
menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis
saluran yang tersedia”
Banyak sekali media informasi dan komunikasi yang bisa
dimanfaatkan di desa, seperti kentongan, papan informasi, pertemuan selapanan,
sms, radio dll . selain itu salah satu media yang sedang dikembangkan adalah
web desa yang termuat SID (sistem
informasi desa).
Sistem Informasi Desa (SID) saat ini sedang diterapkan di 10 desa
di masing-masing 10 kecamatan di Kabupaten Kebumen. SID yang bertujuan untuk
mengawali pendataan secara partisipatif oleh warga ini dikembangkan untuk
membuka ruang komunikasi dan informasi dari pemerintah desa kepada warganya.
Tersedianya ruang tersebut diharapkan membawa dampak yang baik bagi pemerintah
desa dan warga dalam menyusun perencanaan dan penganggaran di desanya.
Tersedianya ruang komunikasi dan informasi ini
akan membawa dampak yang baik bagi pemerintah desa dan warga dalam menyusun dan
mengimplementasikan perencanaan dan penganggaran pembangunan di desanya,
tentunya dengan syarat informasi dan komunikasi yang diberikan bisa mudah
dipahami, memberikan kemanfaatan, murah dan cepat.
Untuk membuat informasi yang baik tentunya harus memahami tekhnik-tekhnik dan cara melakukan jurnalisme, untuk itu perlu dilakukan peningkatan kapasitas untuk warga, pemdes dan pengelola SID dalam membuat dan mempublikasikan informasi.
Untuk membuat informasi yang baik tentunya harus memahami tekhnik-tekhnik dan cara melakukan jurnalisme, untuk itu perlu dilakukan peningkatan kapasitas untuk warga, pemdes dan pengelola SID dalam membuat dan mempublikasikan informasi.
Rabu, 19 Maret 2014
Rabu, 14 Desember 2011
Link untuk tools analisa konsistensi
untuk yang butuh tools analisa konsistensi silahkan didownload di http://www.4shared.com/document/6csy0ml-/ANALISA_KUA_2012__Recovered__-.html
Selasa, 29 November 2011
Seknas Fitra.
JAKARTA: Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran mengimbau pemerintah untuk meningkatkan alokasi dana transfer daerah hingga 50% dari total Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Sekjen FITRA Yuna Farhan menyatakan pemerintah sebelumnya telah mengklaim alokasi APBN ke daerah sampai saat ini telah mencapai 60%.
Untuk itu, sambung Yuna, anggaran lebih baik ditetapkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) sejak awal.
“Kalau dari awal masuk jadi APBD dan di DAK-an [Dana Alokasi Khusus], maka beberapa program nasional juga kepemilikannya jadi ke daerah,” ujar Yuna kepada Bisnis, hari ini.
Dia menjelaskan alokasi dana transfer daerah yang besar juga akan mencerminkan konsistensi pemerintah terhadap urusan otonomi daerah.
Terbukti, menurut dia, 74% urusan pemerintah telah didesentralisasikan ke daerah, namun dari sisi perimbangan, alokasi anggaran justru berbanding terbalik.
“Transfer daerah tidak beranjak pada kisaran 31-34% belanja negara,” tuturnya.
Yuna menyarankan adanya penyederhanaan formulasi dalam perhitungan perimbangan keuangan.
Selain itu, pemerintah pusat juga dianjurkan menyediakan mekanisme dan ruang terhadap keluhan alokasi dana transfer daerah.
“Harus disimulasikan DAU [Dana Alokasi Umum] yang bisa didapat sesuai dengan IPM,”
Dia menambahkan pemerintah perlu menerapkan sistem insentif dan disinsentif bagi pemerintah daerah untuk meningkatkan kinerja.
Rencana jangka menengah, lanjut Yuna, harus diawasi dengan baik. Tak hanya itu, skema baru untuk persoalan perimbangan keuangan juga harus ditata.
Di sisi lain, Erani Yustika, Pengamat ekonomi INDEF menyampaikan penambahan anggaran daerah tanpa dilengkapi aturan main hanya akan menjadi bencana. Untuk itu, perlu diberlakukan regulasi tambahan bagi daerah.
Menurut Erani, jika alokasi anggaran daerah ditingkatkan, maka beberapa fungsi pemerintah pusat harus dilimpahkan kepada daerah dan harus dimasukkan dalam klaster APBD.
Pemerintah daerah, juga diwajibkan memiliki standar pelayanan minimal yang akan menjadi tanggung jawab pemerintah. Seperti pelayanan kesehatan, pendidikan, infrastruktur, dan air bersih.
Erani juga mengimbau Dewan Perwakilan Rakyat untuk mengawasi, baik perencanaan maupun implementasi penggunaan anggaran daerah agar tidak statis dan inproduktif.
Selain itu, porsi pembelanjaan rutin harus ditentukan batasannya untuk menghindari pembelanjaan yang tidak efektif.
Misalnya, jelas Erani, proporsi belanja pegawai yang besar harus direduksi dan dialokasikan untuk belanja produksi yang efeknya besar terhadap pertumbuhan ekonomi.
“Kalau ini dilakukan, dampak terhadap pertumbuhan ekonomi akan besar,” ujarnya. (01/Bsi)
Sekjen FITRA Yuna Farhan menyatakan pemerintah sebelumnya telah mengklaim alokasi APBN ke daerah sampai saat ini telah mencapai 60%.
Untuk itu, sambung Yuna, anggaran lebih baik ditetapkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) sejak awal.
“Kalau dari awal masuk jadi APBD dan di DAK-an [Dana Alokasi Khusus], maka beberapa program nasional juga kepemilikannya jadi ke daerah,” ujar Yuna kepada Bisnis, hari ini.
Dia menjelaskan alokasi dana transfer daerah yang besar juga akan mencerminkan konsistensi pemerintah terhadap urusan otonomi daerah.
Terbukti, menurut dia, 74% urusan pemerintah telah didesentralisasikan ke daerah, namun dari sisi perimbangan, alokasi anggaran justru berbanding terbalik.
“Transfer daerah tidak beranjak pada kisaran 31-34% belanja negara,” tuturnya.
Yuna menyarankan adanya penyederhanaan formulasi dalam perhitungan perimbangan keuangan.
Selain itu, pemerintah pusat juga dianjurkan menyediakan mekanisme dan ruang terhadap keluhan alokasi dana transfer daerah.
“Harus disimulasikan DAU [Dana Alokasi Umum] yang bisa didapat sesuai dengan IPM,”
Dia menambahkan pemerintah perlu menerapkan sistem insentif dan disinsentif bagi pemerintah daerah untuk meningkatkan kinerja.
Rencana jangka menengah, lanjut Yuna, harus diawasi dengan baik. Tak hanya itu, skema baru untuk persoalan perimbangan keuangan juga harus ditata.
Di sisi lain, Erani Yustika, Pengamat ekonomi INDEF menyampaikan penambahan anggaran daerah tanpa dilengkapi aturan main hanya akan menjadi bencana. Untuk itu, perlu diberlakukan regulasi tambahan bagi daerah.
Menurut Erani, jika alokasi anggaran daerah ditingkatkan, maka beberapa fungsi pemerintah pusat harus dilimpahkan kepada daerah dan harus dimasukkan dalam klaster APBD.
Pemerintah daerah, juga diwajibkan memiliki standar pelayanan minimal yang akan menjadi tanggung jawab pemerintah. Seperti pelayanan kesehatan, pendidikan, infrastruktur, dan air bersih.
Erani juga mengimbau Dewan Perwakilan Rakyat untuk mengawasi, baik perencanaan maupun implementasi penggunaan anggaran daerah agar tidak statis dan inproduktif.
Selain itu, porsi pembelanjaan rutin harus ditentukan batasannya untuk menghindari pembelanjaan yang tidak efektif.
Misalnya, jelas Erani, proporsi belanja pegawai yang besar harus direduksi dan dialokasikan untuk belanja produksi yang efeknya besar terhadap pertumbuhan ekonomi.
“Kalau ini dilakukan, dampak terhadap pertumbuhan ekonomi akan besar,” ujarnya. (01/Bsi)
Jumat, 14 Oktober 2011
Program Pendidikan Keaksaraan
Direktur Jenderal Pendidikan Nonformal dan Informal Hamid Muhammad saat memberikan keterangan pers terkait peringatan ke-45 Tahun Hari Aksara Internasional (HAI) mengatakan bahwa Kementerian Pendidikan Nasional (Kemdiknas) akan melakukan evaluasi menyeluruh terhadap program pendidikan keaksaraan. Fokus pendidikan keaksaraan ke depan tidak hanya keaksaraan dasar, tetapi memberdayakan secara ekonomi, sosial, dan budaya. Diharapkan, pendidikan keaksaraan dapat bermakna bagi masyarakat dan mampu menjawab tantangan saat ini.
Sejak 2008 Indonesia bergabung dengan program Literacy Initiative for Empowerement (LIFE). Program yang digulirkan oleh United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO) ini ditujukan bagi sembilan negara yang berpenduduk terbesar di dunia penyandang buta aksara. Negara-negara itu adalah India, Pakistan, China, Meksiko, Bangladesh, Mesir, Brasil, Indonesia, dan Nigeria.
Hamid mengatakan, sejalan dengan kerangka LIFE, penyelenggaraan program penuntasan buta aksara sejak 2009 dibangun dalam kerangka kerja Aksara Agar Berdaya (AKRAB). Upaya penuntasan buta aksara melalui pendidikan keaksaraan terintegrasi dengan kecakapan hidup dan program pengentasan kemiskinan secara umum.
Untuk mencapai tujuan LIFE, diperlukan komitmen dan kerja sama yang aktif dari negara, baik tingkat regional maupun internasional. Dengan melibatkan serangkaian pihak seperti pemerintah, masyarakat madani, lembaga swadaya masyarakat (LSM),organisasi internasional, sektor swasta, universitas, dan media komunikasi lainnya.
Lebih dari semuanya itu, para pembelajar sendiri juga harus ikut bekerja sama sebagai syarat pokok pemberdayaan yang sesungguhnya. Menghormati dan memprioritaskan para pembelajar dan kebutuhannya harus dipadukan dalam kerja sama dan mitra kerja yang dipromosikan melalui LIFE.
Pada 1965 UNESCO menetapkan tanggal 8 September sebagai HAI. Sejak saat itu pula Indonesia secara aktif memperingati HAI dengan tujuan utama untuk memotivasi dan membangkitkan semangat belajar masyarakat, khususnya penduduk usia 15 tahun ke atas yang masih buta aksara. Hal ini sekaligus untuk memacu percepatan pemberantasan buta aksara.
Pada akhir 2010 angka buta aksara diproyeksikan berkurang menjadi 4,79% atau 8,3 juta orang. Fokus penuntasan buta aksara adalah di Jawa Timur,Jawa Tengah, Jawa Barat, Nusa Tenggara, Sulawesi Selatan, Kalimantan Barat, dan Kalimantan Tengah.
Direktur Pendidikan Masyarakat Direktorat Jenderal Pendidikan Nonformal dan Informal Ella Yulaelawati menyampaikan, pendidikan keaksaraan diintegrasikan dengan program kecakapan hidup. Di samping keaksaraan dasar, dia menyebutkan,ada program Keaksaraan Usaha Mandiri (KUM). KUM adalah sebuah program yang memiliki kerangka yang menitikberatkan pada peningkatan keterampilan warga belajar melalui pembelajaran keterampilan/ usaha yang dapat meningkatkan produktivitas perorangan maupun kelompok pascakeaksaraan dasar.
Program ini memiliki beberapa tujuan yang ingin dicapai, di antaranya meningkatkan kemampuan keaksaraan dan mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimiliki; meningkatkan kemampuan warga belajar melalui peningkatan pengetahuan, sikap, keterampilan dan berusaha secara mandiri; serta meningkatkan taraf hidup warga belajar melalui program pendidikan keaksaraan usaha mandiri.
Pola pembelajaran pada program keaksaraan usaha mandiri perlu ditunjang dengan adanya upaya kemitraan. Kemitraan dapat dilakukan baik dengan instansi terkait dengan bidang usaha yang dilakukan, seperti balai latihan kerja, Dinas Perindustrian dan Perdagangan, dan/atau dengan pengusaha. Melalui dukungan dari komponen- komponen tersebut, diharapkan kegiatan usaha mandiri yang dilakukan oleh warga belajar akan dapat lebih terarah dan berkelanjutan.Brg-Ike(26/9)ww
We Watch.
Sejak 2008 Indonesia bergabung dengan program Literacy Initiative for Empowerement (LIFE). Program yang digulirkan oleh United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO) ini ditujukan bagi sembilan negara yang berpenduduk terbesar di dunia penyandang buta aksara. Negara-negara itu adalah India, Pakistan, China, Meksiko, Bangladesh, Mesir, Brasil, Indonesia, dan Nigeria.
Hamid mengatakan, sejalan dengan kerangka LIFE, penyelenggaraan program penuntasan buta aksara sejak 2009 dibangun dalam kerangka kerja Aksara Agar Berdaya (AKRAB). Upaya penuntasan buta aksara melalui pendidikan keaksaraan terintegrasi dengan kecakapan hidup dan program pengentasan kemiskinan secara umum.
Untuk mencapai tujuan LIFE, diperlukan komitmen dan kerja sama yang aktif dari negara, baik tingkat regional maupun internasional. Dengan melibatkan serangkaian pihak seperti pemerintah, masyarakat madani, lembaga swadaya masyarakat (LSM),organisasi internasional, sektor swasta, universitas, dan media komunikasi lainnya.
Lebih dari semuanya itu, para pembelajar sendiri juga harus ikut bekerja sama sebagai syarat pokok pemberdayaan yang sesungguhnya. Menghormati dan memprioritaskan para pembelajar dan kebutuhannya harus dipadukan dalam kerja sama dan mitra kerja yang dipromosikan melalui LIFE.
Pada 1965 UNESCO menetapkan tanggal 8 September sebagai HAI. Sejak saat itu pula Indonesia secara aktif memperingati HAI dengan tujuan utama untuk memotivasi dan membangkitkan semangat belajar masyarakat, khususnya penduduk usia 15 tahun ke atas yang masih buta aksara. Hal ini sekaligus untuk memacu percepatan pemberantasan buta aksara.
Pada akhir 2010 angka buta aksara diproyeksikan berkurang menjadi 4,79% atau 8,3 juta orang. Fokus penuntasan buta aksara adalah di Jawa Timur,Jawa Tengah, Jawa Barat, Nusa Tenggara, Sulawesi Selatan, Kalimantan Barat, dan Kalimantan Tengah.
Direktur Pendidikan Masyarakat Direktorat Jenderal Pendidikan Nonformal dan Informal Ella Yulaelawati menyampaikan, pendidikan keaksaraan diintegrasikan dengan program kecakapan hidup. Di samping keaksaraan dasar, dia menyebutkan,ada program Keaksaraan Usaha Mandiri (KUM). KUM adalah sebuah program yang memiliki kerangka yang menitikberatkan pada peningkatan keterampilan warga belajar melalui pembelajaran keterampilan/ usaha yang dapat meningkatkan produktivitas perorangan maupun kelompok pascakeaksaraan dasar.
Program ini memiliki beberapa tujuan yang ingin dicapai, di antaranya meningkatkan kemampuan keaksaraan dan mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimiliki; meningkatkan kemampuan warga belajar melalui peningkatan pengetahuan, sikap, keterampilan dan berusaha secara mandiri; serta meningkatkan taraf hidup warga belajar melalui program pendidikan keaksaraan usaha mandiri.
Pola pembelajaran pada program keaksaraan usaha mandiri perlu ditunjang dengan adanya upaya kemitraan. Kemitraan dapat dilakukan baik dengan instansi terkait dengan bidang usaha yang dilakukan, seperti balai latihan kerja, Dinas Perindustrian dan Perdagangan, dan/atau dengan pengusaha. Melalui dukungan dari komponen- komponen tersebut, diharapkan kegiatan usaha mandiri yang dilakukan oleh warga belajar akan dapat lebih terarah dan berkelanjutan.Brg-Ike(26/9)ww
We Watch.
Langganan:
Postingan (Atom)