Jumat, 08 Februari 2019
SENGKETA INFORMASI PUBLIK - ppt download
SENGKETA INFORMASI PUBLIK - ppt download: Sengketa Informasi Sengketa informasi publik adalah sengketa yang terjadi antara Badan Publik dan Pengguna informasi publik yang berkaitan dengan hak memperolehdan menggunakan informasi berdasarkan perundang-undangan (Ketentuan Umum UU KIP). Mediasi adalah penyelesaian sengketa informasi publik antara para pihak melalui bantuan mediator Komisi Informasi. Ajudikasi adalah proses penyelesaian sengketa informasi publik antara para pihak yang diputus oleh Komisi Informasi.
Senin, 06 April 2015
Senin, 16 Juni 2014
Jumat, 21 Maret 2014
Mewujudkan Kedaulatan Desa Melalui Media Komunikasi dan Informasi
Informasi dan berkomunikasi merupakan hak semua warga Negara,
untuk bisa mengembangkan pribadinya maupun lingkungannya, hal ini sesuai dengan
dengan Pasal 28F UUD 1945 yang menyatakan “Setiap orang berhak untuk
berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan
lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki,
menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis
saluran yang tersedia”
Banyak sekali media informasi dan komunikasi yang bisa
dimanfaatkan di desa, seperti kentongan, papan informasi, pertemuan selapanan,
sms, radio dll . selain itu salah satu media yang sedang dikembangkan adalah
web desa yang termuat SID (sistem
informasi desa).
Sistem Informasi Desa (SID) saat ini sedang diterapkan di 10 desa
di masing-masing 10 kecamatan di Kabupaten Kebumen. SID yang bertujuan untuk
mengawali pendataan secara partisipatif oleh warga ini dikembangkan untuk
membuka ruang komunikasi dan informasi dari pemerintah desa kepada warganya.
Tersedianya ruang tersebut diharapkan membawa dampak yang baik bagi pemerintah
desa dan warga dalam menyusun perencanaan dan penganggaran di desanya.
Tersedianya ruang komunikasi dan informasi ini
akan membawa dampak yang baik bagi pemerintah desa dan warga dalam menyusun dan
mengimplementasikan perencanaan dan penganggaran pembangunan di desanya,
tentunya dengan syarat informasi dan komunikasi yang diberikan bisa mudah
dipahami, memberikan kemanfaatan, murah dan cepat.
Untuk membuat informasi yang baik tentunya harus memahami tekhnik-tekhnik dan cara melakukan jurnalisme, untuk itu perlu dilakukan peningkatan kapasitas untuk warga, pemdes dan pengelola SID dalam membuat dan mempublikasikan informasi.
Untuk membuat informasi yang baik tentunya harus memahami tekhnik-tekhnik dan cara melakukan jurnalisme, untuk itu perlu dilakukan peningkatan kapasitas untuk warga, pemdes dan pengelola SID dalam membuat dan mempublikasikan informasi.
Rabu, 19 Maret 2014
Rabu, 14 Desember 2011
Link untuk tools analisa konsistensi
untuk yang butuh tools analisa konsistensi silahkan didownload di http://www.4shared.com/document/6csy0ml-/ANALISA_KUA_2012__Recovered__-.html
Selasa, 29 November 2011
Seknas Fitra.
JAKARTA: Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran mengimbau pemerintah untuk meningkatkan alokasi dana transfer daerah hingga 50% dari total Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Sekjen FITRA Yuna Farhan menyatakan pemerintah sebelumnya telah mengklaim alokasi APBN ke daerah sampai saat ini telah mencapai 60%.
Untuk itu, sambung Yuna, anggaran lebih baik ditetapkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) sejak awal.
“Kalau dari awal masuk jadi APBD dan di DAK-an [Dana Alokasi Khusus], maka beberapa program nasional juga kepemilikannya jadi ke daerah,” ujar Yuna kepada Bisnis, hari ini.
Dia menjelaskan alokasi dana transfer daerah yang besar juga akan mencerminkan konsistensi pemerintah terhadap urusan otonomi daerah.
Terbukti, menurut dia, 74% urusan pemerintah telah didesentralisasikan ke daerah, namun dari sisi perimbangan, alokasi anggaran justru berbanding terbalik.
“Transfer daerah tidak beranjak pada kisaran 31-34% belanja negara,” tuturnya.
Yuna menyarankan adanya penyederhanaan formulasi dalam perhitungan perimbangan keuangan.
Selain itu, pemerintah pusat juga dianjurkan menyediakan mekanisme dan ruang terhadap keluhan alokasi dana transfer daerah.
“Harus disimulasikan DAU [Dana Alokasi Umum] yang bisa didapat sesuai dengan IPM,”
Dia menambahkan pemerintah perlu menerapkan sistem insentif dan disinsentif bagi pemerintah daerah untuk meningkatkan kinerja.
Rencana jangka menengah, lanjut Yuna, harus diawasi dengan baik. Tak hanya itu, skema baru untuk persoalan perimbangan keuangan juga harus ditata.
Di sisi lain, Erani Yustika, Pengamat ekonomi INDEF menyampaikan penambahan anggaran daerah tanpa dilengkapi aturan main hanya akan menjadi bencana. Untuk itu, perlu diberlakukan regulasi tambahan bagi daerah.
Menurut Erani, jika alokasi anggaran daerah ditingkatkan, maka beberapa fungsi pemerintah pusat harus dilimpahkan kepada daerah dan harus dimasukkan dalam klaster APBD.
Pemerintah daerah, juga diwajibkan memiliki standar pelayanan minimal yang akan menjadi tanggung jawab pemerintah. Seperti pelayanan kesehatan, pendidikan, infrastruktur, dan air bersih.
Erani juga mengimbau Dewan Perwakilan Rakyat untuk mengawasi, baik perencanaan maupun implementasi penggunaan anggaran daerah agar tidak statis dan inproduktif.
Selain itu, porsi pembelanjaan rutin harus ditentukan batasannya untuk menghindari pembelanjaan yang tidak efektif.
Misalnya, jelas Erani, proporsi belanja pegawai yang besar harus direduksi dan dialokasikan untuk belanja produksi yang efeknya besar terhadap pertumbuhan ekonomi.
“Kalau ini dilakukan, dampak terhadap pertumbuhan ekonomi akan besar,” ujarnya. (01/Bsi)
Sekjen FITRA Yuna Farhan menyatakan pemerintah sebelumnya telah mengklaim alokasi APBN ke daerah sampai saat ini telah mencapai 60%.
Untuk itu, sambung Yuna, anggaran lebih baik ditetapkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) sejak awal.
“Kalau dari awal masuk jadi APBD dan di DAK-an [Dana Alokasi Khusus], maka beberapa program nasional juga kepemilikannya jadi ke daerah,” ujar Yuna kepada Bisnis, hari ini.
Dia menjelaskan alokasi dana transfer daerah yang besar juga akan mencerminkan konsistensi pemerintah terhadap urusan otonomi daerah.
Terbukti, menurut dia, 74% urusan pemerintah telah didesentralisasikan ke daerah, namun dari sisi perimbangan, alokasi anggaran justru berbanding terbalik.
“Transfer daerah tidak beranjak pada kisaran 31-34% belanja negara,” tuturnya.
Yuna menyarankan adanya penyederhanaan formulasi dalam perhitungan perimbangan keuangan.
Selain itu, pemerintah pusat juga dianjurkan menyediakan mekanisme dan ruang terhadap keluhan alokasi dana transfer daerah.
“Harus disimulasikan DAU [Dana Alokasi Umum] yang bisa didapat sesuai dengan IPM,”
Dia menambahkan pemerintah perlu menerapkan sistem insentif dan disinsentif bagi pemerintah daerah untuk meningkatkan kinerja.
Rencana jangka menengah, lanjut Yuna, harus diawasi dengan baik. Tak hanya itu, skema baru untuk persoalan perimbangan keuangan juga harus ditata.
Di sisi lain, Erani Yustika, Pengamat ekonomi INDEF menyampaikan penambahan anggaran daerah tanpa dilengkapi aturan main hanya akan menjadi bencana. Untuk itu, perlu diberlakukan regulasi tambahan bagi daerah.
Menurut Erani, jika alokasi anggaran daerah ditingkatkan, maka beberapa fungsi pemerintah pusat harus dilimpahkan kepada daerah dan harus dimasukkan dalam klaster APBD.
Pemerintah daerah, juga diwajibkan memiliki standar pelayanan minimal yang akan menjadi tanggung jawab pemerintah. Seperti pelayanan kesehatan, pendidikan, infrastruktur, dan air bersih.
Erani juga mengimbau Dewan Perwakilan Rakyat untuk mengawasi, baik perencanaan maupun implementasi penggunaan anggaran daerah agar tidak statis dan inproduktif.
Selain itu, porsi pembelanjaan rutin harus ditentukan batasannya untuk menghindari pembelanjaan yang tidak efektif.
Misalnya, jelas Erani, proporsi belanja pegawai yang besar harus direduksi dan dialokasikan untuk belanja produksi yang efeknya besar terhadap pertumbuhan ekonomi.
“Kalau ini dilakukan, dampak terhadap pertumbuhan ekonomi akan besar,” ujarnya. (01/Bsi)
Langganan:
Postingan (Atom)