Minggu, 09 Januari 2011

PIAGAM SLIPI

PIAGAM SLIPI

Kami masyarakat peduli anggaran Indonesia, menyatakan dengan ini bahwa pajak, retribusi, hutang negara, dan politik alokasinya selalu mengatasnamakan rakyat.
Bahwa benar korupsi, ketimpangan dan politisasi anggaran telah secara nyata menyengsarakan rakyat.
Harapan-harapan dan impian-impian orang miskin, perempuan, dan kaum mraginal lainnya digantungkan pada sejauhmana negara memberikan kedaulatan rakyat atas anggaran dilibatkan dalam pengalokasian anggaran negara melalui pemberian hak-hak dan kedaulatan rakyat atas anggaran.
hal-hal mengenai perwujudan kedaulatan rakyat atas anggaran tersebut sekurang-kurangnya dilakukan melalui hal-hal sebagai berikut :
- Pertama, segera memperjuangkan keadilan dan atau keadilan anggaran anggaran untuk daerah, serta desa.
- Kedua, segera mewujudkan sistem perencanaan pembangunan yang berbasis kearifan lokal.
- Ketiga, menjunjung tinggi hak-hak ekonomi, sosial, budaya, dan lain-lain hak rakyat melalui anggaran disalurkan kepada rakyat.
- Keempat, memperjuangkan keterbukaan informasi anggaran bagi rakyat.
- Kelima, memperjuangkan sistem pengelolaan dan pertanggungjawaban anggaran negara dan daerah yang akuntabel, transparan, partisipasi, dan berkeadilan bagi rakyat miskin.
- Keenam, persatuan dalam gerakan advokasi anggaran sebagai gerakan sosial.

piagam slipi ini dideklarasikan oleh atas nama masyarakat peduli anggaran indonesia, pada tanggal, 3 Februari 2010 di Slipi-Jakarta.

Kamis, 06 Januari 2011

Dana Alokasi Umum

Dana alokasi umum atau yang lebih dikenal dengan DAU adalah sejumlah dana yang dialokasikan kepada setiap Daerah Otonom (provinsi/kabupaten/kota) di Indonesia setiap tahunnya sebagai dana pembangunan. DAU merupakan salah satu komponen belanja pada APBN ( Dana Perimbangan ) , dan menjadi salah satu komponen pendapatan pada APBD. Tujuan DAU adalah sebagai pemerataan kemampuan keuangan antar daerah untuk mendanai kebutuhan Daerah Otonom dalam rangka pelaksanaan desentralisasi.
Dana Alokasi Umum terdiri dari:
1. Dana Alokasi Umum untuk Daerah Provinsi
2. Dana Alokasi Umum untuk Daerah Kabupaten/Kota
Jumlah Dana Alokasi Umum setiap tahun ditentukan berdasarkan Keputusan Presiden. Setiap provinsi/kabupaten/kota menerima DAU dengan besaran yang tidak sama, dan ini diatur secara mendetail dalam Peraturan Pemerintah. Besaran DAU dihitung menggunakan rumus/formulasi statistik yang kompleks, antara lain dengan variabel jumlah penduduk dan luas wilayah.
Dalam penggunaan semua dana perimbangan tersebut diserahkan sepenuhnya kepada pemerintah daerah. Namun pemerintah daerah harus menggunakan transfer dari pemerintah pusat dalam bentuk Dana Perimbangan tersebut secara efektif dan efisien dalam rangka peningkatkan standar pelayanan publik minimum serta disajikan secara transparan dan akuntabel.
Akan tetapi pada praktiknya, transfer dari pemerintah pusat seringkali dijadikan sumber dana utama oleh pemerintah daerah untuk membiayai operasi utama sehari-hari, yang oleh pemerintah daerah dilaporkan diperhitungan Anggaran Pendaptan dan Belanja Daerah (APBD) bahkan ada di beberapa daerah DAU tersebut habis untuk membiayai belanja pegawai. Tujuan dari transfer ini adalah untuk mengurangi kesenjangan fiskal antar pemerintah dan menjamin tercapainya standar pelayanan publik minimum diseluruh negeri.

Berikut gambaran DAU di Kabupaten Kebumen dan beberapa kabupaten sekitarnya ( untuk melihat jumlah DAU se-Indonesia dapat di download di blog ini )







Banyak daerah yang mempunyai ketergantungan besar terhadap DAU, dalam artian apabila DAU di daerah tersebut di kurangi atau bahkan di tiadakan pasti perjalanan pemerintahan tersebut akan kurang atau bahkan tidak bias berjalan, salah satu daerah tersebut adalah Kabupaten Kebumen, Kabupaten Kebumen memiliki DAU sebesar Rp. 732.339.067.000 sedangkan belanja pegawai di Kabupaten Kebumen sebesar Rp.747.399.122.000 berarti dapat disimpulkan DAU di Kabupaten Kebumen tidak cukup untuk membayar belanja pegawai, sedangkan kapasitas mendapatkan pendapatan asli daerah ( PAD ), hanya sebesar 68.282.517.000, dapat dibayangkan ternyata anggaran untuk pelayanan public sangat terbatas sekali, kalau kita lihat lebih dalam belanja gaji ( belanja pegawai belanja tidak langsung + belanja pegawai di belanja langsung ) sebesar Rp. 774,351,003,000 dari total pendapatan sebesar Rp. 1.139.922.911.000, berarti belanja public hanya sebesar Rp. 365,571,908,000 dana sebesar ini juga belum semuanya untuk belanja public karena didalamnya juga ada penggunaan untuk membayar tunjangan perangkat desa dll, bagaimana penanggulangan kemiskinan dan percepatan pencapaian MDGs bias berjalan dengan baik sedangkan kapasitas keuangan dan proporsi keuangan daerah juga belum optimal untuk kebutuhan masyarakat.

Rabu, 05 Januari 2011

Potret APBD Kab. Kebumen 2011 ( Salah Tafsir karena Transparansi Anggaran Belum Optimal )

Anggaran Pendapatan Belanja Daerah Kab. Kebumen mempunyai kekuatan sekutar 600 milyar,dari dana tersebut sekitar 600 milyar lebih ( 75%), habis digunakan untuk belanja pegawai, sedangkan sisanya sekitar 25 % untuk belanja publik walaupun didalamnya juga masih juga digunakan untuk belanja pegawai ( pos belanja langsung )

tujuh milyar sendiri dialokasikan untuk belanja pegawai Guru Tidak tetap (GTT) di lingkungan Dinas Pendidikan serta dua milyar untuk tenaga honorer di Dinas Kesehatan.

Kepal Bidang Penyusunan dan Penganggaran Program pada Badan Perencanaan Daearah (BAPPEDA) Drs Aden Andri Susilo,M.Si dikantornya, menanggapi bahwa belanja pegawai yang sampai 75 % juga digunakan untuk pelayanan masyarakat seperti guru dan tenaga kesehatan yang sampai ke desa.

Lebih lanjut Aden Andri menambahkan berbagai program pembangunan yang arahnya untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat juga telah diakomodir melalui RAPBD 2011. Program- program tersebut ada yang bersifat langsung dan tidak langsung.

Program yang sifatnya langsung bisa dirasakan masyarakat, di antaranya Program pengurangan angka kemiskinan, Seperti program beasiswa bagi anak tidak mampu sebanyak Rp 3,5 milyar, Program kesehatan Daerah (Jamkesda) sebesar 1,5 milyar serta Program Bedah Rumah / P2P yang mendapatkan alokasi dana sekitar Rp 3,2 milyar.

Sedangkan program pengentasan kemiskinan yang sifatnya tidak langsung antara lain berbagai program pemberdayaan masyarakat seperti P2KP Mandiri Perkotaaan dan Perdesaan, program Alokasi Dana Desa dan lainnya.

Aden menambahkan Pihaknya mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang peduli dengan pembangunan di Kabupaten kebumen. Pemkab Kebumen juga tidak menutup mata serta sangat terbuka terhadap semua masukan dari masyarakat. Terkait adanya perbedaan penafsiran terhadap RAPD 2011, pihaknya bisa memahami. Perbedaan tersebut bisa jadi karena tidak mengikuti tahap -tahap perencanaan dari tingkat dasar / desa, sehingga informasi yang diterima menjadi tidak utuh.

menanggapi hal tersebut mungkin Pemda Kab. Kebumen harus lebih membuka transparansi anggaran kepada seluruh masyarakat, selain itu proses perencanaan partisipatif yang dimulai dari tingkat bawah ( dusun/ desa ) juga harus lebih dihargai dengan cara mengalokasikan anggaran, sehingga rasa memiliki masyarakat terhadap anggaran daerah yang didalamnya masyarakat juga mempunyai hak lebih meningkat.

hal yang terpenting untuk mengurangi salah tafsir tersebut adalah lebih membuka transparansi anggaran kepada masyarakat.

salam transparansi anggaran.

Kamis, 16 Desember 2010



Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional memberikan amanah bahwa mekanisme perencanaan pembangunan harus disusun secara partisipatif melalui beberapa tahapan forum musyawarah perencanaan, mulai dari dusun/ RW, Desa, Kecamatan, Kabupaten, Propinsi sampai Pusat. Salah satu prinsip yan wajib dijadikan rujukan dalam setiap forum perencanaan tersebut adalah bagaimana mengakomodir aspirasi dan kebutuhan dari masyarakat bawah ( Bottom up ).
Perencanaan yang telah disusun juga harus terukur target dan tujuaannya, salah satu acuannya adalah kesepakatan Milennium Development Goals ( MDGs ), karena Indonesia merupakan salah satu Negara yang ikut menandatangani kesepakatan tersebut, dalam mencapai target MDGs tersebut tidak lepas dari proses perencanaan pembangunan partisipatif.

Dikabupaten Kebumen proses perencanaan sedang berjalan, di tingkatan kabupaten telah selesai menyusun RPJMD, yang dijadikan acuan penyusunan Renstra SKPD, di tingkatan desa juga telah selesai proses penyusunan RPJMDes dan RKPDesa dan sekarang beberapa kecamatan sudah melaksanakan musrenbangcam, acuan dalam pelaksanaan musrenbangcam partisipatif di atur melalui surat edaran Bupati no.050/1131.

Forum Musyawarah Perencanaan Pembangunan Kecamatan (Musrenbangcam ) merupakan salah satu ruang yang cukup strategis untuk mengawal konsistensi proses perencanaan yang dihasilkan dari bawah / Desa ( bottom up ) yang didalamnya tentunya ada muatan MDGs. Partisipasi murni yang dibangun melalui forum musrenbang desa setidaknya bagaimana terakomodir dalam dokumen perencanaan tingkat kecamatan melalui kesepakatan yang sistem dan mekanisme pengambilan keputusannya dilakukan secara terbuka dan partisipatif. Di sisi lain Forum Musrenbangcam yang dilakukan secara partisipatif sangat strategis untuk menggerakkan kembali partisipasi warga yang telah lama “kendor”. Disamping itu forum ini akan menjadi ruang evaluasi bersama sejauh mana capaian terhadap aspirasi dan kebutuhan masyarakat desa yang diakomodir dalam dokumen perencanaan dan penganggaran daerah tahun sebelumnya. Dan apakah program kegiatan yang bersifat bottom up benar-benar mampu mendorong tercapainya target MDGs?

Keberhasilan pelaksanaan musrenbangcam tidak semata – mata ditentukan oleh banyak sedikitnya usulan/ aspirasi dari masyarakat desa, tetapi lebih dari itu bagaimana kualitas pengambilan keputusan, konsistensi dalam pengawalan dan tentunya sejauh mana program dan kegiatan dapat mendorong target-target daerah yang pada akhirnya mencerminkan sebuah perencanaan yang pro MDGs, Pro Poor, Pro Gender dan Pro Job. Keberpihakan sebuah perencanaan terhadap kepentingan masyarakat secara tidak langsung akan mempercepat upaya pemerintah daerah dalam menanggulangi berbagai persoalan baik sosial, budaya, ekonomi termasuk didalamnya upaya mempercepat penanggulangan kemiskinan.

Hal penting yang juga harus diperhatikan dalam musrenbang adalah adanya indicator dan prioritas program dan kegiatan. Sehingga pagu anggaran yang tersedia benar-benar secara efektif dan efisien dapat dialokasikan untuk kegiatan-kegiatan yang benar-benar dapat menyelesaikan permasalahan baik di tingkat masyarakat desa maupun kecamatan berdasarkan indikator yang disepakati bersama dan target MDGs juga akan cepat tercapai.
Untuk mendorong peningkatan kualitas dokumen dan adanya indicator yang terukur dari hasil Musrenbangcam di Kabupaten Kebumen, maka Forum Masyarakat Sipil ( FORMASI ) bekerjasama dengan Association for community emporwement ( ACE ) dan Partnership menyelenggarakan “Workshop Penyusunan Indikator dan Prioritas Pagu Indikatif Kecamatan untuk Percepatan Pencapaian MDGs “.

Minggu, 28 November 2010

KEBIJAKAN KETENAGAKERJAAN YANG MEMISKINKAN

Ditulis Oleh: Indrasari Tjandraningsih

Indrasari Tjandraningsih - Peneliti Perburuhan AKATIGA

Persoalan kemiskinan di Negara ini semakin merisaukan. Masalah kemiskinan yang terus meluas di kalangan yang memang sudah miskin: buruh, petani, nelayan, pelaku sector informal, semakin kasat mata. Upah dan pendapatan kelompok marjinal ini semakin rendah dan semakin tak mampu mengejar lonjakan kenaikan harga-harga barang kebutuhan pokok.

Salah satu kelompok yang sedang menghadapi pemiskinan adalah buruh di sector industri manufaktur. Apabila ditelusuri lebih ke hulu, kemiskinan buruh di sector industri sesungguhnya merupakan hasil dari kebijakan pemerintah untuk menciptakan iklim investasi yang kondusif sebagai upaya untuk mengundang sebanyak mungkin investor (asing). Ada dua strategi dasar yang dilakukan pemerintah untuk mendukung kebijakan tersebut yakni pertama menjalankan kembali politik upah murah dan kedua menerapkan prinsip-prinsip liberal, fleksibel dan terdesentralisasi dalam urusan ketenagakerjaan. Kedua strategi tersebut secara sistematis telah memiskinkan buruh.

Politik upah murah secara resmi dan menyolok digunakan oleh BKPM untuk mengundang investasi. Dalam promosinya yang bertajuk Invest in Remarkable Indonesia, upah buruh yang murah dijadikan daya tarik. Mengutip Economic Intelligence Unit, brosur BKPM mencantumkan upah buruh Indonesia yang hanya USD 0.6 per jam dibandingkan dengan India (1.03), Filipina (1.04), Thailand (1.63), Cina (2.11) dan Malaysia (2.88). Menyertai angka-angka tersebut brosur promosi itu mencantumkan ‘labor cost is relatively low, even as compared to investment magnets China and India’.

Upaya BKPM menarik investasi asing dengan menonjolkan murahnya upah buruh di Indonesia mengingatkan kembali pada kebijakan pemerintah di masa Orde Baru dengan politik upah murahnya dan sekaligus menunjukkan kemunduran arah kebijakan. Upaya ini juga memperlihatkan kesenjangan pemahaman pemerintah terhadap perubahan tuntutan perusahaan dalam kompetisi global. Dalam kompetisi global, investor menuntut ketepatan waktu dan mutu kerja yang tinggi serta pelayanan birokrasi yang efisien. Para pengusaha tekstil dan garmen Indonesia yang telah melihat perkembangan industri di Vietnam dan Cina menyatakan bahwa keterampilan dan mutu hasil kerja buruh Indonesia jauh lebih tinggi dibandingkan buruh di kedua negara tersebut dan menyatakan bahwa sesungguhnya apabila biaya birokrasi dan berbagai pungutan dapat dihapuskan, upah minimum yang ditingkatkan dua kali lipat sekalipun dapat diberikan.

Politik upah murah telah terbukti menciptakan sulitnya kehidupan buruh karena nilai rata-rata upah mínimum sebesar Rp.892,160 hanya mampu membiayai 62,4 persen rata-rata pengeluaran riil buruh (AKATIGA-SPN-GarTeks-FES-TWARO 2009).

Prinsip-prinsip liberal, fleksibel dan terdesentralisasi dalam kebijakan ketenagakerjaan menunjukkan kepatuhan pemerintah terhadap tekanan kapitalisme global agar Indonesia menerapkan syarat-syarat perbaikan iklim investasi dengan cara : meliberalisasi peraturan perburuhan, melonggarkan pasar kerja dan mendesentralisasi urusan ketenagakerjaan. Ketiga prinsip tersebut dalam implementasinya secara pasti telah menurunkan kesejahteraan buruh dan menghilangnya kepastian kerja melalui sistem hubungan kerja kontrak, outsourcing dan magang. Sistem kerja ini juga membatasi masa kerja menjadi sangat pendek melalui kontrak selama enam bulan hingga paling lama dua tahun dan mempersempit peluang kerja di sektor formal bagi angkatan kerja usia produktif karena munculnya kecenderungan baru pada preferensi perusahaan untuk hanya mempekerjakan buruh yang berusia 18-24 tahun untuk alasan produktivitas. Sebuah studi di sektor metal menemukan bahwa sistem hubungan kerja yang fleksibel telah menurunkan upah buruh kontrak dan outsourcing hingga 26 persen terhadap upah buruh tetap.

Sistem yang sama telah mampu menurunkan biaya tenaga kerja hingga 20 persen karena dengan mempekerjakan buruh dengan sistem kontrak perusahaan hanya perlu membayar upah pokok dan tidak perlu memberikan kompensasi ketika hubungan kerja berakhir. Inilah sebabnya dalam lima tahun terakhir fenomena hubungan kerja kontrak dan outsourcing menjadi sangat massif dan diterapkan di hampir semua sektor industri. Berbagai laporan dan hasil studi menunjukkan di berbagai perusahaan di sektor garmen dan logam serta elektronik saja misalnya pengurangan penggunaan buruh tetap dan menggantikannya dengan buruh kontrak terus terjadi.

Implikasi kebijakan ini jelas memiskinkan buruh karena dengan sistem kerja kontrak, upah buruh tidak akan pernah mengalami kenaikan dan berbagai tunjangan yang biasa diterima oleh buruh tetap dengan sendirinya tidak diberikan.

Meskipun sistem kerja yang fleksibel berdampak negatif terhadap buruh tetapi rupanya masih dianggap belum cukup memberikan keleluasaan bagi modal sehingga peraturan ketenagakerjaan yang ada masih akan dikaji ulang dan dibuat kondisi yang lebih longar lagi dalam mempekerjakan buruh. Sekali lagi, sistem kerja yang lebih fleksibel diupayakan agar semakin banyak investasi asing yang datang.

Kecenderungan pada pemerintah yang lebih mempersoalkan masih kurang fleksibelnya pasar kerja dan menekankan aspek tenaga kerja sebagai penyebab tak kunjung kondusifnya iklim investasi, menunjukkan ketidakmampuan untuk mencari jalan keluar terhadap pokok penyebab biaya tinggi dalam berinvestasi di Indonesia yang bersumber dari buruknya infrastruktur dan birokrasi serta tingginya pungutan. Situasinya persis seperti kalimat para pengusaha di Bandung yang mengatakan bahwa ’lebih mudah menghadapi protes buruh daripada menghadapi birokrasi dan aparat pemerintah karena tuntutan aparat pemerintah di jaman otonomi daerah jika tidak dipenuhi justru akan menimbulkan lebih banyak masalah terhadap kelancaran usaha’.

Implikasi dan arah kebijakan

Politik upah murah dan ketiga prinsip yang menjadi warna utama kebijakan ketenagakerjaan di atas, apabila terus dipertahankan maka dalam waktu yang tidak terlalu panjang justru akan menjadi bumerang bagi upaya pemerintah untuk memperbaiki iklim investasi dan menghapus kemiskinan. Upah murah dan ketidakpastian pekerjaan akan membawa implikasi terhadap penurunan kinerja dan produktivitas buruh. Kondisi kerja yang buruk dan penurunan kesejahteraan hanya akan menghasilkan aksi –aksi protes buruh yang jelas akan membuat situasi investasi tidak nyaman dan hasil akhirnya justru akan membuat para investor berpikir ulang untuk menanamkan modalnya di Indonesia.

Belajar dari berbagai negara yang berhasil meraih investasi dengan mengedepankan mutu angkatan kerja dan kesejahteraan buruh melalui penyediaan jaminan sosial, maka strategi mengundang investasi dengan menjual buruh murah seperti yang dilakukan pemerintah Indonesia saat iini justru terasa sangat primitif dan memprihatinkan dan oleh karenanya harus ditinggalkan. Fleksibilitas pasar kerja memang merupakan gejala global akan tetapi di berbagai negara kebijakan tersebut selalu disertai dengan penyediaan jaminan sosial sebagai ’fall-back cushion’ atau jaring pengaman bagi buruh.

Di tengah iklim persaingan global, pendulum kebijakan ketenagakerjaan yang semakin menjauh dari posisi melindungi buruh sudah saatnya didekatkan kembali dan pemerintah adalah pihak yang seharusnya paling mampu untuk melakukannya. Menjadi negara yang ramah terhadap bisnis harus dipandang sebagai cara untuk mendatangkan sebesar-besarnya kesejahteraan rakyat sebagaimana diamanatkan oleh konstitusi dan bukan untuk memiskinkan rakyat. Menjadi negara yang ramah terhadap investor dan meningkatkan kehidupan sosial ekonomi warganya merupakan sebuah peta jalan pembangunan yang sudah ditempuh juga oleh Malaysia, Thailand, Taiwan, Korea Selatan dan Cina. Peta jalan tersebut dapat dilengkapi dengan kejelasan visi pembangunan bangsa dan arah untuk menempatkan negara di posisi terhormat di dalam konstelasi global. Persaingan global yang semakin ketat dan sengit hanya dapat dimenangkan oleh negara dengan pemerintahan yang kuat dan konsisten menegakkan peraturan yang bersemangat keadilan.

sumber : http://www.akatiga.org/index.php/artikeldanopini

Senin, 01 November 2010

Formasi Memberikan Bantuan Kepada Korban Tanah Longsor Di Desa Donorojo



Hujan deras yang melanda kabupaten kebumen beberapa hari ini mengakibatkan bencana tanah longsor, yaitu di Desa Donorojo Kecamatan Sempor. Hujan deras disertai angin mulai hari minggu itu juga menutup akses jalan Kebumen – Banjarnegara, termasuk akses masyarakat Donorojo dan beberapa desa disekitarnya ( Desa kedungwringin, sampang ) ketika mau ke kecamatan sempor ataupun wilayah lain dikabupaten kebumen terpaksa harus memutar melawati kabupaten Banyumas. akses jalan baru bisa dibuka pada hari rabu sore setelah bantuan alat berat datang, di desa Donorojo sendiri tercatat 10 rumah rusak terkena tanah longsor, dan banyak akses jalan desa yang tidak bisa dilewati sampai sekarang, hal ini dikarenakan hampir semua wilayah desa Donorojo merupakan daerah pegunungan dengan struktur tanah yang labil sehingga ketika hujan deras datang sering kali terjadi longsor, beberap dusun seperti kalimandi, kaliputih dan kalikumbang masih terisolir karena akses jalan yang tertutup tanah longsor, selain akses jalan tanah longsor juga mengenai rumah masyarakat sampai kamis kemarin tercatat ada 10 rumah yang terkena tanah longsor.
Kepala Desa Donorojo Suparta menceritakan pada hari senin ada laporan 5 warga kami yang terkena musibah dan sampai hari kamis kemarin bertambah 10 keluarga, kami khawatir korban masih ada dan belum melapor ke Desa, kami sudah mengunjungi beberapa korban dan menggerakkan masyarakat untuk bergotong royong membantu korban dan membuka akses jalan. Sementara ini kami baru bisa membuka akses menuju balai desa, karena balai desa memang dijadikan posko bencana dan tempat pelayanan untuk masyarakat, sampai saat ini belum ada bantuan dari pemerintah daerah dan kami sangat bersyukur dari Formasi mau peduli dan membantu masyarakat desa Donorojo yang sedang terkena musibah.
Formasi mendengar adanya musibah tanah longsor di Desa Donorojo pada hari senin kamarin, tetapi baru pada hari kamis baru bisa sampai ke Desa Donorojo hal ini dikarenakan akses jalan menuju desa Donorojo memang masih terisolir, sebagai bentuk kepedulian Formasi memberikan bantuan berupa Sembako kepada masyarakat desa Donorojo siang kemarin dan diterima langsung oleh Pak Suparta dan beberapa tokoh masyarakat di Desa Donorojo .